Sejarah

Persekutuan Gereja-gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) adalah sebuah organisasi yang menaungi Gereja-gereja yang didenominasi aliran Protestan khusus Pentakosta, yang berdiri pada tanggal 14 September 1979 dengan nama sebelumnya Dewan Pantekosta Indonesia (DPI), dan organisasi ini sejajar dengan PGI.

Kabar Pentakosta mulai dikenal di Indonesia dengan berangkatnya 2 orang utusan Pentakosta dari Seattle (USA) bersama keluarganya dengan menumpang kapal “SUAMARU” pada tanggal 4 Januari 1921 menuju Jakarta (Batavia) melalui Jepang, Hongkong, dan tiba pada bulan Maret 1921. Kedua utusan Injil tersebut adalah Pdt. Cornelius E. Groesbeek dan istrinya yang bernama Marie van der Weg bersama kedua putrinya (Jennie dan Corrie) serta Pdt. Richard D. van Klaveren beserta dengan istrinya.

Dari Jakarta, mereka kemudian melalui Mojokerto, Surabaya, Banyuwangi, dan seterusnya menuju Singaraja (Bali) dengan kapal “Vankenboot”.
Mereka menetap di Denpasar dan tinggal di sebuah gudang kopra yang lantainya dari batu bata yang sudah hancur dan atapnya terbuat dari rumbia. Mengapa mereka menuju ke Bali? Karena mereka menerima visi harus pergi ke pulau Bali.

Meskipun sengsara, mereka bekerja dengan giat menabur Injil sepenuh di pulau Bali dengan jalan mendatangi rumah-rumah. Banyak jiwa yang dimenangkan tanpa mengadakan kebaktian seperti sekarang ini, tanpa khotbah yang lazim dibuat dalam gereja-gereja. Reaksi datang dari imam-imam Hindu yang marah dan bersepakat untuk membunuh para misionaris tersebut. Lalu pemerintah kolonial Belanda tidak mengijinkan rakyat Bali untuk diberi berita tentang kekristenan. Asisten residen yang menduga adanya gerakan “me-Nasrani-kan” rakyat Bali segera melarang keluarga Groesbeek menetap di Bali dengan alasan takut merusak kebudayaan asli pulau Dewata tersebut. Setelah berdiam kurang lebih 21 bulan lamanya di Bali, pada saat mendekati hari Natal 1922, keluarga ini pindah ke Surabaya lalu kemudian keluarga van Klaveren menuju Jakarta.

Di Surabaya, Pdt. Groesbeek berkenalan dengan Ny. Wijnen, yang mempunyai seorang keponakan yang bekerja di BPN Cepi, namanya F.G. Van Gessel. Dengan perantaraan Ny. Wijnen yang telah menerima kesembuhan ilahi setelah didoakan oleh Pdt. Groesbeek, maka Sdr. F.G. Van Gessel diperkenalkan kepada Pdt. Groesbeek. Memang sudah lama sekali George van Gessel memikirkan soal kehidupan rohani yang lebih tinggi, maka kedatangan Pdt. Groesbeek ini mendapat sambutan hangat sekali. Berita Pentakosta diterimanya dan kemudian di rumah Sdr. Van Gessel, di Deterdink Boulevard, Cepu, pada bulan Januari 1923 dibuka kebaktian Pentakosta yang pertama. Warga negara Indonesia yang bertobat adalah Bpk. S.I.P. Lumoindong, yang juga seorang pegawai BPN.

Pada tanggal 30 Maret 1923 terjadi peristiwa rohani dengan adanya baptisan air yang pertama di Indonesia, diadakan di Pasar Sore, Cepu, untuk 13 orang. Baptisan dilakukan oleh Pdt. Thiensen dari Eropa dan di antara yang dibaptis adalah F.G. Van Gessel dan istrinya, juga S.I.P. Lumoindong dan istrinya, juga August Kops.

Selanjutnya ibu Van Gessel adalah orang yang pertama menerima baptisan Roh Kudus. Keluarga Van Gessel menyerahkan hidupnya untuk Tuhan dan meninggalkan Cepu dan pekerjaannya di BPN untuk kemudian pindah ke Surabaya. Di Surabaya muncul perintis-perintis Pentakosta yang memberitakan kabar Injil di berbagai kota di Indonesia.

Pada tahun 1925, untuk pertama kalinya diadakan konferensi Pentakosta untuk mempersatukan pendeta-pendeta aliran Pentakosta. Pekerjaan tuhan berjalan terus dan pada tanggal 4 Juni 1933 bangunan permanen gedung gereja “PINKSTERGEMEENTE” yang pertama diresmikan. Surabaya menjadi pusat Pentakosta pada waktu itu.

Pendidikan kader hamba-hamba Tuhan diadakan oleh Pdt. Van Gessel dan datang pula keluarga W.W. Patterson dari USA. Pada tahun 1935 beliau membuka Sekolah Alkitab “BIJBEL INSTITUT IN NEDERLANSCH OOST INDIE (NIBI)” di Jl. Embong Malang Surabaya.
Pada tahun 1955, hamba-hamba Tuhan aliran Pentakosta membantuk PAPSI (Persatuan Antar Pendeta-pendeta Seluruh Indonesia). Persatuan ini selanjutnya sepakat untuk membentuk organisasi persatuan dengan nama DKGKPSI (Dewan Kerjasama Gereja-gereja Kristus Pentakosta Indonesia), dan juga lahirlah PPI (Persekutuan Pentakosta Indonesia).

Menjelang Pemilu 1971, di Surabaya berdiri PUKRIP (Persekutuan Umat Kristen Pentakosta di Indonesia) dan kemudian berubah nama menjadi Persekutuan Umat Kristen Pancasila.
Pada tanggal 28 Agustus sampai dengan 3 September 1979 di Jakarta “DKGKPSI” dan “PPI” sepakat untuk bergabung menjadi satu. Kesepakatan tersebut didukung dan direstui oleh Pemerintah RI dalam  Musyawarah Besar Penyatuan pada tanggal 14 September 1979 di gedung Wanita-Kalibokor, Surabaya, dan terbentuklah DEWAN PANTEKOSTA INDONESIA yang disingkat menjadi DPI. Dan kemudian berdasarkan keputusan Musyawarah Besar IV DPI tanggal 22 Oktober 1998 di Ciparua, Bogor, maka nama DPI berubah menjadi PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA PENTAKOSTA INDONESIA (PGPI).

PGPI dinyatakan sebagai organisasi gerejawi yang mewakili aspirasi umat Kristen Pentakosta di Indonesia yang sejajar dengan PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia) dan PGLII (Persekutuan Gereja-gereja Lembaga Injili Indonesia). Ketiga organisasi aras nasional ini telah sering bekerja sama khususnya dalam hubungan dengan Pemerintah, selain juga adanya Gereja Bala Keselamatan, gabungan Gereja-gereja Baptis Indonesia, Gereja Masehi Advent Hari Ke-7 (MAH) dan PGTI (persekutuan Gereja-gereja Tionghoa Indonesia).