GUBERNUR JATIM MEMBUKA MUBES VII PGPI

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiteZWVPASxGXMJNwb5KLuv1EFT10Ihimq0RumhxLOaLhezivnZL4o5tgJgFlK7h3RHICCCxcXMnBY1Ud6QL8XaElGiAW1XjIrmmZZtxAUO8uMje79aE6KkcqtwL7rm1PoV66_Me5-DiP8/s320/Gubernur+Soekarwo+menyalami+peserta+Musyawarah+Besar+VII+PGPI+di+H.Garden+Palace+Sby-720481.JPG
Peran tokoh agama, baik ulama maupun pendeta adalah membangun akhlaq. Sedangkan tugas pemerintah meningkatkan kesejahteraan. Tidak ada manfaatnya kesejahteraan yang meningkat kalau akhlaqnya tidak baik. Begitu pula jika akhlaq bagus tapi tidak cerdas mudah ditipu. Tetapi kecerdasan yang baik jika tidak diimbangi dengan akhlaq yang baik akan menemui kehancuran.

Hal itu ditegaskan Gubernur Jatim Pakde Karwo pada pembukaan  Musyawarah Besar ke VII Persekutuan Gereja-geraja Pentakosta Indonesia (PGPI), di Garden Palace hotel Jl Yos Sudarso no 11 Surabaya, Selasa (10/9) malam.

Menurut Pakde Karwo, dalam demokrasi yang penting adalah membangun moralitas, meningkatkan kesejahteraan, dan fungsi kontrol. Ketiga konsep tersebut harus saling berkaitan satu sama lain. “Moralitas menjadi basis untuk meningkatkan kesejahteraan. namun tetap perlu ada kontrol dalam pelaksanaannya. moralitas itu sangat penting. kalau moralitasnya bagus, maka seseorang tidak akan berani melakukan tindakan yang negatif. dengan demikian, kesejahteraan dapat terwujud,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, perlu diletakkannya musyawarah mufakat sebagai inti pelaksanaan demokrasi. jalan terbaik dalam setiap penyelesaian masalah adalah dengan komunikasi dan musyawarah mufakat. ini warisan budaya yang wajib dijaga.  sehingga dengan musyawarah mufakat dapat dihasilkan keputusan yang lebih demokratis dan dapat diterima oleh semua pihak. “Musyawarah adalah bagian dari pluralisme yang harus dibangun,” tambahnya.

Apalagiperkembangan sekarang ini, ada aliran yang serba boleh, tapi ada juga aliran yang semua serba dilarangatas nama Tuhan. Yang semua dilarang/ liberal gejalanya luar biasa. “Kerukunan menjadi bagian penting, keselamatan berdasarkan kepentingan agama,” katanya.

Dicontohkan, kasus sampang. Menurutnya, Sampang bukan permasalahan agama, tetapi sepenuhnya problem kultural dan masalah keluarga.  Jangan memasukkan semua permasalahan hanya dari ukuran agama. Masalah kultur harus dimasukkan. Hal ini  terkadang menyebabkan salah paham dan paham salah. Tetapi pendidikan seseorang juga mempengaruhi persepsi pemahaman sesuatu. Nilai tidak bisa dikuantifikasi bahwa yang banyak adalah baik. Oleh sebab itu jangan rendah hati dan tidak perlu khawatir tentang minoritas, karena values itu yangmemimpin tentang kebenaran, namun demikian diperlukan komunikasi yangbaik. “Kalau komunikasi/ dialog tidak bagus maka yang terjadi adalah salah persepsi.

Dialog tokoh agama memerlukan kualifikasi yang sama-sama mengerti tentang agama, tidak bisa berjalan dengan baik jika yang satu sangat fanatis. Fanatisme terhadap suatu paham bisa dikurangi dengan kesejahteraan,” lanjut Pakde.

Dijelaskan, dari data statistik, konsumsi di Jatim Rp. 660 Triliun, dari jumlah itu sebesar Rp 310 Triliun untukkonsumsi non makan, yang paling tinggi untuk cicilan sepeda motor, peringkat kedua pulsa dan ketiga, life style perempuan. “Disinilah peran pendeta untuk membuat dialog buntu adalah perilaku menyimpang seperti ini. Dia mengerti tapi tidak paham. Culture shock terhadap OKB. Pendeta tidak hanya ceramah tapi harus menemani.

Ada 493 ribu RTSM diJatim.kesalahan paling substansif memaksakan pemikiran kita untuk menyelesaikan permasalahan bagaimana orang miskin diajak merumuskan menyelesaikan permasalahan mereka. Selain itu ada 9.217 Rumah tangga jompo dan cacat yang usia 65 tahun keatas selama hidup diberi 150 ribu / bulan dan beras 20 kg/ bulan Pemprov mengeluarkan dana Rp 43 miliar per tahun untuk masalah ini, akrena orang miskin tanggung jawab negara.

“Saya usul, dalam Mubes ini dapat menyusun program yang berkaitan dengan ahlak, yaitu dengan mengajak mereka yang sepi ke tempat yang ramai. Dekati mereka dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Belum tentu orang miskin itu kebutuhannya hanya masalah keuangan dan makanan. Ada yang miskin karena sepi di tempat ramai. Karena bersuara tapi tidak ada yang mendengarkan sama sekali,” katanya.

Ketua panitia Charles Simamora, T.Th, MA mengatakan, Mubes yang berlangsung 10 – 12 September ini untuk membahas laporan pertanggung jawaban, menyusun program, dan memilh pengurus baru.

“Pergantian pengurus melalui musyawarah besar sebagai forum tertinggi kepengurusan tingkat pusat ini diharapkan dapat dilaksanakan secara demokratis menurut mekanisme yang sudah ditetapkan dan disepakati bersama,” ujarnya.

Mubes diikuti 400 orang ini terdiri dari pengurus pusat PGPI, Majelis pertimbangan rohani PGPI, Pimpinan Sinode Gereja anggota PGPI, Ketua Pengda Provinsi PGPI se Indonesia, pengurus PESATPIN, dan lain-lain.